Jumat, 02 September 2011

Cerita Ramadhan-ku


Allahuakbar allahuakbar allahuakbar, lailahailllahu allahuakbar. Allahuakbar, walillah ilham.”
Suara takbir menggema di seluruh langit Nusantara. Anak-anak, para remaja, sampai orang tua berpartisipasi dalam menyambut kedatangan Hari Raya. Semuanya ikut ambil bagian dalam hal ini. Orang tua bertakbir khusyu di dalam surau, para remaja menabuh bedug dengan penuh semangat, dan anak-anak bermain kembang api dengan hebohnya. Semuanya bergabung menjadi satu peristiwa yang indah, sangat indah. Karena keesokkan harinya hati kita kembali menjadi fitri ibarat kertas putih yang belum ternodai oleh tinta hitam.
Sungguh tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Rasanya baru kemarin kita shalat Tarawih dan makan sahur untuk yang pertama kalinya di bulan Ramadhan tahun ini. Tetapi hari ini, kita sudah shalat Ied dan makan ketupat beserta opor ayamnya. Ramadhan penuh ampunan telah pergi, Idul Fitri yang suci menghampiri. Dan jiwa kita, insya Allah, kembali suci.

Dalam paragraf selanjutnya aku akan bercerita tentang pengalaman yang (semoga) unik, menarik, mengharukan, dan konyol. Pengalaman kali ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Kenapa? Baca aja deh kelanjutannya.


*Puasa Jauh Dari Ortu, Gak Enak!*

Pada tanggal 5 Juli 2011 lalu aku mulai masuk asrama untuk kali pertama (baca: Pengalaman Pertama Tinggal di Asrama). Karena jadwal kepulangan hanya di hari-hari besar saja (Hari Raya Idul Fitri/Idul Adha, kenaikan kelas dan UN) maka awal berpuasa pun di asrama sampai hari ke-20.

Pada suatu sahur, tiba-tiba aku termenung, pikiran dan tatapan aku kosong. Di depan mata terlihat sekelibat bayangan melintas dengan cepat. Aku melihat kami sekeluarga sedang makan sahur sambil menonton acara sahur favorit kami, Para Pencari Tuhan. Kami larut dalam alur sinetron tersebut. Terkadang kami tertawa, terkadang kami juga terharu akan kejadian yang terjadi dalam sinetron tersebut. Terbayang wajah Ibu yang seperti wajah orang Jawa kebanyakan —warna kulit agak kuning, bentuk wajah lonjong, da berhidung pesek—, wajah serta perawakan Ayah yang bulat sana-sini, dan bagaimana menyebalkannya wajah adik aku. Menyebalkan karena dia suka sekali mengganggu ketika aku sedang menonton TV atau sedang ngeblog. Walaupun begitu dia tetaplah saudara terbaikku, adik terbaik sedunia.

Kini fatamorgana yang sungguh indah itu telah hilang entah kemana. Aku rindu pada keluargaku, sangaaat rindu. Benar Kawan, sungguh tidak mengenakkan puasa jauh dari orangtua.

*Tidur Itu Nikmat*

Sebelumnya saya mau tanya, dari pembaca blog ini ada yang anak asrama ga? Kalau Anda anak asrama lalu saya tawarin mau nonton film bioskop terbaru atau tidur, pasti Anda akan memilih opsi yang kedua, yaitu tidur. Saya tanya lagi, mau dengerin tausiyah atau tidur? Sudah dipastikan jawabannya tidur. Dan yang terakhir, mau uang atau tidur? Tidur juga? Ah, kalo saya sih mending uang, gan! Hehehe

Kira-kira kenapa ya anak asrama lebih memilih tidur? Apa mereka termasuk anak-anak yang males? Bukan, sama sekali bukan! Mereka lebih memilih tidur dikarenakan kurangnya waktu tidur itu sendiri. Kami bangun pukul 03.30 pagi dan melakukan kegiatan seperti belajar (07.00-17.00 & 20.00-22.00) dan kegiatan masjid (17.15-19.30). Coba hitung ada berapa jam untuk beristirahat? Kira-kira hanya lima jam tiga puluh menit kami beristirahat di malam hari. Itu juga kalo kegiatan belajar malamnya cuma sampai jam 10. Karena biasanya kami bertarung melawan soal-soal PR sampai jam 12 malam. Jadi cuma ada waktu 3 jam 30 menit deh buat tidur nyenyak di kasur.

Saking sempitnya waktu tidur, kami tidur gak mengenal tempat ataupun waktu. Dimana ada kesempatan buat tidur, di situ pasti akan kami manfaatkan sebaik-baiknya. Yaa walau hanya sepuluh menit saja.

Contoh, sewaktu Pak Pembina memberikan tausiyah di masjid, saya sering ngantuk berat. Saya tidur sambil duduk sila dengan kepala ¬ndut-ndutan yang hampir jatuh ke lantai. Teman yang lain yang ga tidur sering bercandaiin saya dengan menirukan gerakan orang sedang menarik pancingan seperti umpannya dimakan ikan. Srut, sret, hiyaaa dapat!
ilustrasi ngantuk


Lagi, siang itu saya merasa capek banget. Sudah enam jam saya belajar di kelas. Saya pulang ke asrama untuk kembali menerima materi, yang saat itu pelajaran Kewirausahaan. Saya duduk di meja agak belakang. Karena jam belajar belum efektif maka guru pun hanya memberikan teori-teori kewirausahaan. Teori kewirausahaan yang menurut saya sangat membosankan itu membuat saya ngantuk. Saya mencoba menahan kelopak mata saya agar selalu terbuka. Semakin ditahan semakin berat. Tapi apa boleh buat, yang namanya ngantuk ga bisa ditahan. Perlahan mata saya tertutup, posisi duduk semakin rileks, dan nafas pun berhembus teratur. Akhirnya semuanya gelap. Saya tak sadarkan diri. Hal terakhir yang saya ingat adalah sang guru sedang menjelaskan teori pasar. Tau, ah!

Gak lama kemudian, ketika lagi enak-enaknya tidur tiba-tiba ada temen —yang duduk di belakang— nepok pundak. Spontan saya kaget kayak orang yang nyawanya baru balik ke badan. “Duh ganggu nikmat orang aja nih anak!” Gerutu dalam hati. Saya membuka mata pelan-pelan. Menengok sebentar pada guru yang masih menerangkan teorinya. Lalu menunduk kea rah celana yang sedang saya pakai. Saya kikuk. “Kok ada yang aneh sama celana saya?” “Kenapa nih celana basah?” “Eh, kok lengan baju juga sama basah?” “Apa jangan-jangan barusan saya mimpi basah?” “Ah, engga! Mosok mimpi basah lengan baju ikut basah?” Setelah saya cium aromanya dan saya raba mulut bagian bawah, saya pastikan bahwa itu bukanlah air dari ‘yang bagian bawah’. Tetapi itu adalah air eces! Air iler! Air liur! Air acai! Atau apalah sebutan lainnya. Subhanallah, saking nyenyaknya tidur di kelas sampai bisa ngeces lho Kawan!

Mau contoh lain? Oke saya kasih satu lagi. Siang itu kami sedang upacara 17 Agustus di Sekolah Polisi Negara di sekitar Cisarua. Yang namanya upacara bareng ratusan polisi ‘kan suasananya khidmat dan waktunya lama. Saya berdiri di lapangan sejak jam 7.30-an. Padahal upacara baru akan dimulai sekitar jam 9.30-an. So, pas upacara dimulai energi keburu abis duluan. Bukan energi buat nahan badan agar tetep berdiri yang abis. Tapi energi buat nahan mata agar ga tertutup. Ngantuk lah saya. Semilir angin yang sejuk membuat saya semakin ngantuk, ngantuk, dan ngantuk. Akhirnya saya tidur. Tidur sambil berdiri. Tidur dalam posisi tegak. Tidur saat upacara 17 Agustus.

Pesan yang saya dapat sampaikan: Jika Anda mengantuk saat upacara, berpura-puralah sakit dan minta anggota PMR/PMI untuk membopong Anda.

*Alhamdulillah, banyak hikmah yang didapat*

Saya sangat bersyukur menjadi siswa asrama. Setiap hari saya dididik secara islami oleh para Pembina. Kami selalu diberi ceramah-ceramah setiap hari walau hanya mendengarnya sesekali saja. Kami diajari kebiasaan-kebiasaan yang mungkin tidak didapat di rumah. Bukannya mau menyombongkan diri, contoh perubahan kebiasaan setelah masuk asrama adalah dalam urusan sholat dan mengaji. Setelah masuk asrama saya selalu shalat tepat waktu dan berjamaah. Beda dengan di rumah yang kadang munfarid dan tidak tepat waktu. Dalam mengaji, Alhamdulillah pada Ramadhan tahun ini saya berhasil mengkhatamkan Al-Qur’an nul Kariim. Ya walaupun satu kali saya bersyukur bisa mengkhatamkan Kitab Suci itu dalam kurun waktu sekitar dua minggu. Alhamdulillah.

*BukBer di Resto Terkenal*

Setelah kepulangan saya ke Cirebon, banyak acara buka bareng atau bukber yang harus dihadiri. Biasalah artis daerah. Tapi kali ini saya akan menceritakan acara bukber temen SMP.

Seminggu yang lalu ada salah satu temen SMP —namanya Jaka— yang ngajak bukber kelas 8A. pertamanya sih semangat, tapi pas satu hari menjelang acara dimulai dan tamu yang akan hadir kebingungan akan tempat untuk bukber dimana eh dia malah susah buat dihubungin. Sms gak dibales, telpon masuk pun gak diangkat. Geblek nih anak.

Oke deh saya merencanakan ulang tempat dan waktu bukber. Saya tetapkan di sebuah restoran dekat jalan arus mudik pada jam 5 sore. Lalu teman saya —namanya Jepri— membuat acara di Facebook yang menerangkan adanya acara bukber. Respon dari anak-anak 8A pun cukup baik. Ada 2 orang yang mengklik Gabung, 4 empat orang Mungkin, dan 18 orang Belum Menanggapi. Baik, bukan?
Lokasi bukber (Google Images)


Hari yang dinanti pun datang. Saya berangkat dari rumah sekitar jam 2.30 sore untuk mampir ke warnet sebentar. Si Jepri pun nyusul ke warnet jam 4-an. Dia bilang bahwa yang pasti ikut cuma 3 orang —saya, Jepri, dan Akbar—. Saya pun kaget, mosok bukber cuma 3 orang? “kan namanya juga buka bersama Kan. Dua orang juga udah bisa disebut bersama!” Ucapnya. “Oya, Akbar juga minta dijemput. Kalo gak dijemput dia ga bakalan ikut,” Tambahnya. Buseet! Udah minta dijemput pake maksa lagi.

Pada jam 16.30 saya dan Jepri menjemput Akbar menggunakan motor bebek saya. Ketika sudah menjemput Akbar dan sudah siap menuju lokasi, tiba-tiba stir motor saya goyang gak karuan. Setelah saya lihat ke belakang, ternyata ban belakangnya bocor! “Haduuuh mau nyari tukang tambal kemana mau maghrib begini?” Gerutu saya dalam hati. Terpaksa saya tambal bannya dulu sedangkan kedua teman saya tersebut pergi ke resto duluan naik angkot. Sekitar jam 17.40 ban saya baru selesai ditambal. Lalu saya buru-buru menuju lokasi. Ngebut seperti Valentino Rossi.

Saya pun sampai di lokasi pada jam 17.50. Saya langsung masuk menuju resto untuk memesan tempat (booking). Tapi apa yang terjadi? Semua tempat sudah dibooking! Tak ada tempat yang tersisa untuk satu bokong pun! Waduuh. Mana udah mau beduk lagi. Terus nih dua bocah belum nongol-nongol. Ternyata belum sampe. Saya tunggu, gak dateng-dateng. Akhirnya 5 menit kemudian mereka dateng. Saya kasih tau mereka bahwa kita gak kebagian tempat dan terpaksa nyari tempat lain. Dan mereka merespon dengan senyuman. Senyuman shadaqah yang menurut saya senyuman sindiran.

Beduk dipukul, adzan pun berkumandang. Saya kebingungan mau buka puasa di mana. Saya melihat di depan resto ada sebuah tempat makan juga. Tapi kali ini ukurannya lebih kecil dan portable alias bisa dibawa kemana-mana. Di kaca depannya tertulis jelas: NASI GORENG PAK KUMIS. Iya, tak ada pilihan lain, Kawan. Terpaksa deh kami makan di warung nasgor. Hal itu tidak menjadi masalah. Walaupun dipandang remeh tetapi kami masih merasa bangga kok. Kami masih bisa berbuka puasa dengan nikmat. Lagian yang paling penting kan kebersamaannya itu. Ya gak?

Perut kami pun kenyang. Saatnya pulang! Ketika saya menstarter motor dan mulai mengegas, kok nih stir bergoyang lagi? Saya cek roda depan-belakang. Ternyata eh ternyata, ban belakang bocor lagi! Huaaa. Terpaksa harus dorong nyari tukang tambal ban lagi. Untung tempatnya ga jauh dari tukang nasgor. “Mang, punten tambalin.” Pinta saya. Penambalan pun dimulai…

Empat puluh menit kemudian si tukang tambal ban menyelesaikan pekerjaannya. Dia kembali memasang ban pada velg-nya dan berkata, “Sudah Mas”. “Berapa Mang?” Tanya saya. “Tiga puluh rebu” Jawabnya dengan suara berat. “Hah! Larang temen sih Ang? (hah! mahal banget sih Pak?)”Ucap saya. “Ya dudu larang’e Cung. Wong ban’e bocor’e bae akeh jeh. Ya wis tak genti bae karong kang anyar. Merk’e bagus Cung, dadi awet jarang bocor maning. (Ya bukan mahalnya Nak. Orang bannya bocornya aja banyak. Ya dah saya ganti aja sama yang baru. Merknya bagus, jadi awet jarang bocor lagi)”. Jelasnya. Dengan sangat terpaksa dan geram, saya keluarkan uang Rp30.000 dari dompet yang merupakan uang terakhir saya saat itu. Kampret!

Pesan saya: Jika Anda membawa hanya sedikit uang lalu ban Anda bocor dan harus diganti, janganlah sekali-kali menambal di tukang tambal ban. Tambal aja sendiri!




4 komentar:

  1. wah gan ceritanya panjang juga y gan. Aku bingung Aku kok g pernah bisa buat postingan yg berisi ceritaku sendiri tp yg panjang bisanya yg pendek" sj

    BalasHapus
  2. @ Adhi: Wah kepanjangan ya? Hehe maaf deh sampe bikin ente bingung. Kalo urusan bisa atau gaknya bikin cerita panjang sih tergantung nalar sih. caelah gayanya...hehe. rajin nulis aja Mas. di kertas, di tembok, atau di jidat orang. pasti nanti...digebukin. XD@ Adhi: Wah kepanjangan ya? Hehe maaf deh sampe bikin ente bingung. Kalo urusan bisa atau gaknya bikin cerita panjang sih tergantung nalar sih. caelah gayanya...hehe. rajin nulis aja Mas. di kertas, di tembok, atau di jidat orang. pasti nanti...digebukin. XD

    BalasHapus
  3. hhahaha,,
    kanapa nama ane gak dicantumin gan?

    BalasHapus
  4. @ jepri A.: Ada tuh diselipin di dalem ceritanya.

    BalasHapus

Eitss..., baca dulu dong baru komen! :D