Minggu, 28 Februari 2010
Google, Korban Undang-undang Italia

Menurut Google, tindakan hukum terhadap tiga petinggi mereka di Italia berpotensi membungkam kebebasan berbicara dan Internet.
Seperti VIVAnews siarkan sebelumnya, tiga orang petinggi Google dijerat hukuman 6 bulan penjara akibat video yang diupload pengguna internet ke YouTube. Padahal, video tersebut tidak ada hubungannya dengan para petinggi tersebut.
David Drummond, Arvind Desikan, Peter Fleischer and George Reyes (yang sudah mengundurkan diri dari Google tahun 2008 lalu) dituntut. Dan seluruhnya, kecuali Desikan, dinyatakan bersalah telah melanggar undang-undang privasi di Internet akibat sebuah video di YouTube yang berisi anak-anak menggertak seorang anak autis.
Petinggi tersebut dinyatakan bertanggung jawab akibat konten yang dikirim ke YouTube meskipun Google langsung menghapus video yang bersangkutan dua jam setelah menerima laporan dari kepolisian Italia. Meski demikian, video tersebut memang sudah ada di YouTube selama dua bulan.
Meski demikian, pengadilan Italia menyatakan bahwa kepolisian Italia tidak bersalah. Dan anak-anak yang melakukan gertakan terhadap temannya (yang identitasnya diungkapkan oleh Google) hanya mendapatkan hukuman layanan sosial, tidak penjara seperti yang diberikan pada petinggi Google.
Google tentunya akan mengajukan banding. Pasalnya, mereka bukanlah penyedia konten, dan hanyalah penyedia layanan konten yang memperkenankan pengguna internet di seluruh dunia memakai perangkat dan media yang mereka sediakan. Google juga membantah bahwa mereka merupakan penyedia konten layaknya koran ataupun stasiun televisi.
Seperti VIVAnews kutip dari TGDaily, 27 Februari 2010, jika Google harus mengawasi setiap konten, itu sama saja merupakan sensor atas internet dan merupakan pukulan telak bagi kebebasan berbicara dan berekspresi. Ini sama seperti yang terjadi di China.
Selain itu, memonitor setiap teks, gambar, dan video yang diupload ke Google merupakan hal yang mustahil. Sebagai gambaran, dalam satu menit, video dengan total durasi selama 20 jam diupload oleh pengguna internet dari seluruh dunia ke YouTube.
“Italia secara sengaja sedang berusaha mengontrol salah satu metode komunikasi,” kata Juan Carlos de Martin, pendiri Nexa Center di Polytechnic University di Turin. “Ini bisa disebut sebagai sensor,” ucapnya pada New York Times.
Langkah tersebut membuat Italia, negara dengan penggunaan internet dan e-commerce paling rendah di Eropa, bisa dicap sebagai negara yang menyerang prinsip kebebasan yang menjadi inti dari dibangunnya internet.
Maluku Digoyang Gempa 5,2 SR

Gempa 5,2 SR menggoyang Saumlaki, Maluku, pada Minggu 28 Februari 2010 pukul 10:58:59 WIB. Lokasinya 7.48 Lintang Selatan-129.02 Bujur Timur (261 kilometer Barat Laut Saumlaki Maluku). Tapi, gempa di kedalaman 80 kilometer ini tak punya potensi mendatangkan tsunami.
Getaran gempa Saumlaki masih lebih kecil dibandingkan gempa dahsyat yang terjadi di Chili, Santiago. Yakni berkekuatan 8,8 SR. Lokasinya di 35,826 Lintang Selatan dan 72,669 Bujur Barat atau 317 kilometer Barat Daya Ibukota Chili. Dengan kedalaman 59,4 kilometer di lepas pantai Maule.
Setelah terjadi gempa Chili, penguasa pemerintah setempat langsung mengeluarkan peringatan akan datangnya tsunami di Chili, Peru, Ekuador, Colombia, Antartika, Panama, Costa Rika, Nikaragua, Pitcairn, Honduras, El Salvador, Guatemala, Polynesia, Meksiko, Selandia Baru, Samoa, Fiji, Australia, Hawaii, Papua Nugini, Filipina, Taiwan, termasuk Indonesia.
Tapi belakangan, pengumuman akan datangnya tsunami itu dicabut oleh Pusat Peringatan Tsunami di kawasan Pasifik atau Pacific Tsunami Warning Center (PTWC).
Langganan:
Postingan (Atom)